Selasa, 07 Februari 2012

Awalku mengenal mimpi

Aku ingat dimasa aku masih seorang gadis belia berusia belum genap 5 tahun. Aku hanya lah anak kecil yang tau bagaimana untuk tertawa riang, menangis dan berlari kesana kemari dengan tawa riang khas anak di usia itu. Aku belum mempunyai mimpi. Aku belum memiliki rencana apa-apa untuk waktu yang akan kulalui kedepan. Yang aku tau, aku memiliki keluarga, memiliki saudara dan semua hal biasa yang ada disekelilingku. Semuanya berjalan begitu cepat hingga tanpa terasa aku sudah menjadi siswa kelas satu SD. Masih ku ingat dengan jelas bahwa masa itu, hari sabtu pagi yang belum terlalu terik, mungkin masih sekitar pukul sepuluh pagi. Aku melangkah melewati lorong sekolah yang waktu itu aku rasa sangat lebar. Aku cemberut. Entah rasa apa yang waktu itu mengisi hatiku. Yang aku tau, pagi itu aku merasa tidak senang. Aku berlari hingga sampai didepan kedua kakak ku. Masa itu aku masih lucu-lucunya. Berangkat sekolah dengan pita merah menggantung di kedua kucir rambut kiri dan kanan kami. Indaj sekali melihat kucir itu melompat riang mengiringi tiap langkah kecilku. Aku terdiam dipelukan kakak-kakakku. Mereka bingung saling pandang,tersenyum kearahku. Aku tak tau maksud senyum itu. Kakakku yang paling tua pun bertanya,"ica dek aa?kok anok se??caliak uni rapornyo",kakakku menyapaku lembut. Akupun menangis.....menangis dipangkuannya. Kakak ku yang kedua mengusap lebut rambutku. berusaha meredam tangisku. Jalanan didepan gerbang sekolahpun semakin ramai dengan anak-anak yang mulai berlarian ke arah ayah ibunya yang menunggu mereka, melihat rapor anaknya di caturwulan pertama tahun ajaran itu. Tawa riang teman-teman sebayaku sesama kelas satu terdengar jelas ditelingaku dijeda tangisku dipelukan kakak. Teman-teman sebaya kakak ku pun mulai berkerubung. Bertanya kenapa aku menangis. Kakakku bingung harus menjawab apa. Karena sejujurnya dia pun juga belum paham sebab apa aku menangis. Teman sebangku,Yuli dari tadi setia mematung menunggu aku yang tengah menangis tanpa alasan. Kakak-kakakku hanya cengengesan menjawab tanya teman-temannya yang datang sambung menyambung dari mulut ke mulut. Tiba-tiba sontak aku terdiam. Menghapus air mataku sendiri. Kemudian tersenyum kepada kedua kakakku, benar-benar aneh bocah yang pada waktu itu disapa ica. Kedua kakakku pun tersenyum. Kemudian mereka bertanya, "ica dek aa??kok nangih?caliak uni rapornyo?". Aku enggan memperlihatkan rapor pertamaku, aku merasa malu. Karena tidak ada angka bagus di raporku. Aku merasa bodoh saat aku melihat rapor temanku Yuli, tadi kami berdua melihat rapor Yuli. Ada angka bagus di rapornya, angka yang ada dua bulat telur, yaa angka delapan maksudku. Yuli sangat senang, raut wajahnya sangat ceria membuat aku semakin terenyuh dengan kenyaan bahwa tidak ada angka bulat telur d raporku. Masih dengan ragu serta berat hati aku memberikan rapor pertamaku sambil berucap,"ica nio angko lapan lo,,,tapi ica dak ado do,huhuhuhuhu", tangis ku sontak berderai lagi. Kakak ku cepat menyambar raporku, membuka lembaran hasil belajar triwulan pertamaku di SDN 17 Sungai Rotan. Tiba-tiba kakak ku tersenyum kepadaku, senyumnya cerah sekali, hangat dan penuh semangat. Seolah ada tatapan bangga dari kedua kakakku kearahku. Aku pun bingung, ditengah sedih ku tidak mendapat angka bulat telur, mereka tersenyum begitu hangat kepadaku. Aku pu kembali merungut, "ica dak ado dapek nilai do.ica nio lo dapek lapan''. Kakak ku yang paling tua kembali mengusap hangat kepala ku. Kembali membuka rapor ku, membuka lembar triwulan pertamaku. Ada angka satu disitu, angka lurus seperti tiang yang ada sedikit topi di puncaknya. Kakak ku berkata lembut,''Kok nangih lo ica, iko kan rancak angko ica ko, angko satu. Rancak pado angko lapan lai. Santiang adiak uni yo, ica dapek juara". Aku pun tertegun, terdiam dan kemudian berkata dengan polosnya,"iyo bana tu ni?ica dapek juara", akupun tersenyum semringah. Sebenarnya aku masih belum paham, tapi melihat senyum indah disekitaku membuat aku bersemangat, seolah memperoleh energi ceria dari senyum-senyum tulus itu. Teman-teman kakakku pun tersenyum menggoda ke arahku. Tapi aku tetap hanya anak kelas satu SD yang baru empat bulan di bangku sekolah. Aku menggenggam tangan  kedua kakakku, menarik mereka, tak sabar ingin segera tiba dirumah. Temanku, Yuli, aku tak ingat lagi dia dimana, benar-benar aneh watakku zaman itu. Tiba dirumah, papa dan mama sudah menunggu kedatangan ketiga putrinya dengan hangat diruang tamu. Kakakku yang paling tua pun sumringah, tersenyum bangga kepada mama papa kami. "Ica juara satu pa, ucapknya tak sabaran untuk memberi tahu tentang adiknya. Mama papa pun lansung sumringah, tersenyum bangga dan haru untuk aku. Mama papa lansung menyambut aku, menggoda aku. Hari  itu aku tau satu hal, bahwa aku bisa jadi juara. Juara yang bisa membuat saudara dan orang tuaku senang, hari itu aku baru berpikir tentang hal yang sangat ingin aku dapatkan. Hal yang akan terus aku idamkan di triwulan-triwulan berikutnya. Aku ingin jadi juara. Yaaa, aku ingin terus dapat juara.Itulah kali pertama aku sadar akan mimpi.Mimpiku untuk terus menjadi juara. Benar-benar hari yang indah sabtu itu. "Ica nio taruih dapek juara", bathinku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar